Dalam kehidupan sehari-hari, jika ingin tahu apakah kita orang baik atau tidak, lihatlah cara kita menilai orang lain. Jika melihat orang lain kita merasa lebih baik dari mereka, berarti kita belum baik. Namun, jika kita berpikir bisa jadi orang itu lebih mulia di mata Allah, maka kita memiliki kerendahan hati dan ketakwaan.
Kisah Nabi Musa dan Ujian Kerendahan Hati
Ada sebuah kisah yang dapat menjadi renungan bagi kita. Suatu ketika, Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi Musa untuk bermunajat. Sebagai seorang yang mendapat keistimewaan berbicara langsung dengan Allah (Kalimullah), ia diperintahkan mencari seseorang yang lebih sedikit amal salehnya.
Nabi Musa pun mencari di antara manusia, tetapi kemudian ia berpikir, “Siapa yang tahu kalau saya lebih saleh darinya? Bisa jadi seorang budak lebih mulia di sisi Allah.” Setelah setahun mencari, ia tidak menemukan siapa pun yang pasti lebih rendah darinya.
Kemudian, ia beralih mencari di kalangan binatang dan memilih seekor anjing yang sakit dan berbulu rusak. Namun, saat hendak membawanya, ia tersadar, “Anjing ini tidak pernah berbuat dosa, sedangkan saya memiliki banyak dosa. Bisa jadi anjing ini lebih suci di mata Allah daripada saya.”
Akhirnya, Nabi Musa kembali bermunajat sendiri. Allah pun bertanya, “Hai Rasulku, mengapa engkau tidak menjalankan perintah-Ku?” Nabi Musa menjawab, “Aku tidak sanggup. Bisa saja aku lebih hina daripada mereka, bahkan dari seekor anjing sekalipun.”
Allah lalu berfirman, “Kamu telah lulus ujian. Jika kamu membawa seseorang, engkau bukan lagi nabi dan rasul-Ku.”
Pelajaran Penting dari Kisah Ini
Dari kisah ini, kita belajar bahwa bahkan seorang rasul pun tidak pernah merasa lebih baik dari makhluk lain. Sebagai manusia biasa, kita seharusnya tidak merasa lebih suci atau lebih mulia dari orang lain. Takwa adalah kesadaran bahwa hanya Allah yang tahu siapa yang benar-benar bertakwa.
Menjaga Hati dan Perbuatan di Bulan Sya’ban
Bulan Sya’ban adalah waktu yang tepat untuk membangun ketakwaan sebelum memasuki Ramadan. Dengan menjaga hati dan pikiran, otomatis tutur kata, penglihatan, pendengaran, perilaku, dan bahkan jemari kita akan ikut terjaga.
Dalam bahasa Indonesia, kata takwa berarti menjaga. Oleh karena itu, ketika melihat orang lain, jangan merasa lebih hebat atau lebih suci. Bisa jadi mereka telah bertaubat dengan taubatan nasuha dan menjadi lebih baik di sisi Allah. Bahkan seseorang yang belum memeluk Islam bisa saja suatu hari masuk Islam dan menjadi lebih saleh dari kita.
Kemaksiatan yang Tidak Disadari
Meskipun kita tidak memukul atau memaki orang lain, jika kita merasa lebih hebat dari orang lain, maka itu tetap merupakan bentuk kemaksiatan yang tidak kita sadari. Jangan sampai kita merusak diri sendiri dengan menanamkan api neraka di hati kita.
Di dalam diri kita ada dua potensi besar: neraka, yang berupa hawa nafsu dan syahwat, serta surga, yang berupa ketakwaan. Jika kita memahami hal ini, maka kita akan selalu berdoa:
اللهم إني أسألك رضاك والجنة وأعوذ بك من سخطك والنار
Allahumma inni as’aluka ridaka wal jannah, wa a’udzu bika min sakhatika wan nar.
Ya Allah, aku meminta ridamu, cintamu, dan surgamu. Ini adalah harapan dan cinta sejati, yaitu mendambakan surga dan melakukan segala perbuatan serta tutur kata yang mendekatkan diri kepadanya.
Sebaliknya, kita juga harus berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan dari api neraka, serta menjauhi semua perbuatan dan tutur kata yang mendekatkan diri kepadanya.
Jazakumullah Khoiron Katsiron
Ustadz Arifin Jayadiningrat
Aksi Peduli bangsa